Karakteristik Video Digital
Video digital pada dasarnya tersusun atas serangkaian frame yang ditampilkan dengan kecepatan tertentu (frame / detik). Jika laju frame cukup tinggi, maka mata manusia melihatnya sebagai rangkaian yang kontinu.
Setiap frame merupakan gambar/ citra digital. Suatu citra digital direpresentasikan dengan sebuah matriks yang masing-masing elemennya merepresentasikan nilai intensitas.
Karakteristik-karakteristik yang akan menentukan kualitas suatu video:
1. Resolusi/ dimensi frame
Merupakan ukuran sebuah frame, resolusi dinyatakan dalam pixel x pixel. Semakin tinggi resolusi maka semakin baik tampilan video tersebut. Namun, resolusi yang semakin tinggi membuat bit yang besar juga.
2. Kedalaman bit
Menetukan jumlah bit yang digunakan untuk merepresentasikan tiap piksel pada sebuah frame, efeknya terlihat langsung pada kualitas video. Sama seperti resolusi, semakin besar kedalaman bit yang dipakai, semakin besar juga bit yang diperlukan.
3. Laju frame
Karakteristik ini berkaitan dengan kehalusan gerakan (smooth motion) dan kilatan (flash). Contohnya, untuk mendapatkan gerakan yang halus diperlukan setidaknya 25 frame/ detik. Kilatan merupakan jumlah layer ditampilkan per detik, misalnya dengan 20 frame per detik, kilatan sudah dapat dilenyapkan.
Representasi warna
Pada video digital, umumnya data video dipisahkan menjadi komponen-komponen kecerahan maupun warna, yang dapat di kelompokkan:
1. RGB (red, green, blue)
Warna tiap piksel ditentukan oleh kombinasi intensitas dari masing-masing komponen warna. Misalnya pada RGB 24 bit, masing-masing komponen warna dinyatakan dalam 8 bit atau 256 level. Misalnya untuk warna biru langit direpresentasikan dengan R=180, G=189, B=249.
2. YUV
Pemisahan ini menurut komponen kecerahan (luminance) dan komponen warna (chrominance). Contohnya digunakan pada format PAL. Sinyal kecerahan dinyatakan dengan Y, sedangkan dua sinyal warna dinyatakan dengan U dan V.
Y=0,299R + 0,587G + 0,114B
U=(B-Y) x 0,493
V=(R-Y) x 0,877
3. YIQ
Merupakan pemisahan komponen kecerahan (Y), dan komponen warna (I dan Q) pada format NTSC.
Y=0,299R + 0,587G + 0,114B
I =0,596R – 0,275G – 0,321B
Q =0,212R – 0,523G – 0,311B
4. Kompresi
Jumlah bit yang diperlukan video digital untuk penyimpanan maupun transmisi dapat dihitung sebagai berikut: format AVI dengan resolusi 320x240 pixels untuk komponen kecerahan dan separuhnya untuk dua komponen warnanya. Kedalaman pikselnya adalah 8 bit/piksel dan laju framenya 30 frame. Detik. Maka jumlah bit yang dibutuhkan, yaitu 320 x 240 pixels x 8 bit/piksel x 30 frame/detik = 18.432.000 bit/s (18 Mbps), jumlah bit ini bukanlah jumlah bit yang kecil. Tidak mungkin menyalurkan format ini ke dalam saluran bit rate rendah, misalnya 64 Kbps.
Kompresi dapat dilakukan dengan memanfaatkan Redundansi yang terdapat pada data video, baik Redundansi spasial maupun temporal:
1. Redundansi spasial
Redundansi yang terdapat dalam suatu frame. Hal ini disebabkan oleh adanya korelasi antara sebuah piksel dengan piksel di sekitarnya. Redundansi ini dimanfaatkan untuk melakukan kompresi intraframe.
2. Redundansi temporal
Redundansi yang terdapat diantara frame dengan frame sebelum atau sesudahnya. Hal ini disebabkan adanya piksel-piksel yang berkorelasi di antara frame-frame tersebut. Redundansi ini terutama dikarenakan banyak bagian frame yang tidak berubah dibanding frame sebelum dan sesudahnya.
Berdasarkan dua jenis redundansi tersebut, kompresi pada data video dapat dibagi menjadi dua:
1. Kompresi intraframe
Dilakukan dengan memanfaatkan redundansi spasial yang terdapat dalam suatu frame. Beberapa metode dalam kompresi ini antara lain:
a. Subsampling
Merupakan dasar dari kebanyakan kompresi image dan sebanding dengan membuang data, kompresi dilakukan dengan mengurangi jumlah piksel yang digunakan untuk merepresentasikan suatu image. Hal ini mengakibatkan berkurangnya jumlah resolusi
b. Pengurangan kedalaman bit
Disebut juga coarse quantization. Metode ini mengurangi jumlah bit yang digunakan untuk merepresentasikan suatu piksel.
c. Transform Coding
Mentransformasikan data dari domain ruang ke domain frekuensi. Cara ini menghasilkan data yang mudah diproses untuk kompresi lebih lanjut. Contohnya DCT (Discrete Cosine Transform).
Kompresi interframe
Dilakukan dengan memanfaatkan redundansi temporal. Metode dalam kompresi ini antara lain:
a. Subsampling
Mengurangi laju frame dalam data video, yaitu mentransmisikan frame tertentu, misalnya tiap dua frame.
b. Difference Coding
Membagi frame menjadi blok-blok yang tidak tumpang tindih. Hanya blok yang mengalami perubahan signifikan saja yang disimpan.
c. Motion Compensation
Membagi frame menjadi blok-blok yang tidak tumpang tindih. Setelah itu dilakukan proses pencocokan blok. Tiap blok pada frame tersebut dibandingkan dengan blok-blok berukuran sama pada frame sebelumnya, perbedaan lokasi antara blok tersebut dengan blok yang mirip pada frame sebelumnya disebut vektor gerak/ motion vector. Hanya vektor gerak saja yang disimpan.
Integrasi Sistem
Video digital merupakan rangkaian frame. Untuk melakukan kompresi pada data video, maka dilakukan kompresi pada masing-masing frame tersebut. Sebelum kompresi dilakukan pada suatu frame, harus ditentukan terlebih dahulu apakah diterapkan kompresi interframe atau intraframe, setelah frame referensi ditentukan (intraframe)
Frame yang dikompresi dengan metode intraframe disebut frame I. Frame yang dikompresi dengan interframe disebut frame P. Perbandingan banyak frame I dan frame P dalam sebuah grup frame yaitu sebuah frame I dan n buah frame P. Kompresi dilakukan dengan menetapkan frame referensi dahulu, yaitu frame pertama harus dilakukan kompresi intraframe/ menetapkan frame pertama sebagai frame I, bukan kompresi interframe (karena prediksi tidak dapat dilakukan bila tidak ada frame sebelumnya sebagai referensi). Untuk kompresi selanjutnya, kompresi dapat dilakukan dengan metode intarframe atau interframe.
Kompresi interframe mempengaruhi kualitas hasil kompresi. Semakin banyak kompresi interframe maka semakin tinggi rasio kompresi yang didapat, namun kualitas gambarnya menjadi menurun.
Alur sistem integrasi kompresi
1. Pada suatu kumpulan frame/ sebuah grup frame, frame pertama ditetapkan sebagai frame I, dilakukan kompresi intraframe. Proses yang dilakukan adalah DCT, selanjutnya kuantisasi, RLE, dilanjutkan VLC. Hasilnya disimpan.
2. Hasil kuantisasi tadi, di dekuantisasi dan dilakukan inverse DCT, kemudian ditulis pada frame referensi sebagai acuan melakukan prediksi pada proses berikutnya.
3. Frame berikutnya adalah frame P, dilakukan kompresi interframe. Prosesnya dilakukan matching block, mencocokan blok-blok pada frame tersebut dengan blok-blok pada frame referensi. Proses ini menghasilkan vector gerak (motion vector), yang selanjutnya disimpan sebagai hasil kompresi.
4. Proses no. 3 diulang sebanyak jumlah frame P yang ada dalam sebuah grup frame tersebut.
Alur Sistem Integrasi Dekompresi
Hasil kompresi harus dapat dikembalikan untuk mendapatkan data semula. Proses menguraikan hasil kompresi untuk mendapatkan data semula disebut dekompresi.
1. Frame I direkonstruksi dengan decoding, pembalikan proses VLC dan RLE, dekuantisasi, dan inverse DCT (IDCT). Proses ini dihasilkan sebuah frame yang selanjutnya digunakan sebagai referensi bagi proses dekompresi interframe (dengan frame P).
2. Frame P direkonstruksi dengan melakukan pembalikan proses pengkodean pada data, yang menghasilkan vektor gerak untuk tiap blok. Vektor gerak yang didapat disimpan dan digunakan untuk proses dekompresi selanjutnya.
3. Proses pada frame P berulangkali sebanyak jumlah frame P pada grup frame.